28 November 2008


CADEL

Haydar dianugerahi kecerdasan verbal di atas rata-rata. Sejak umur 1 tahun, Haydar sudah lancar berbicara. Dia sangat aktif bertanya, mengungkapkan pendapat, dan memiliki logika berpikir yang melampaui usianya. Seringkali kami orang dewasa dibuat terhenyak oleh pertanyaan-pertanyaan kritisnya yang tak mudah dijawab. Kami juga sering sungkan bila dia menanyakan atau menyatakan hal-hal sensitif ke orang lain. Orang yang tidak mengenalnya tak akan percaya kalau ucapan Haydar adalah murni hasil olah pikirnya sendiri, bukan rekayasa atau pesan sponsor orang tuanya!
Namun, selain anugerah tersebut, Haydar juga memiliki ‘kekurangan’. Dia belum bisa melafalkan huruf ‘R’ seperti teman seusianya. ‘R’nya tidak bergetar, dan cenderung lemah seperti ‘R’ dalam bahasa Inggris. Seorang keponakan bercanda menasehatinya,
“Makan sambal dong, biar gak cadel!”.
Diapun menurutinya! Lucunya, segera setelah setitik sambal di piringnya habis, dia langsung uji coba,
“Eeeerrrhhhh! Eeerrrhh! Ularhrh melingkarhrh di pagarhrh bundarh! Udah lumayan jelas kan ‘Rrhh’ku?”.
Teuteup….!

Mungkin karena keseringan cerita tentang Haydar lengkap dengan menirukan gaya cadelnya, tanpa terasa kami ‘ketularan’. Pernah kami berkenalan dengan seseorang, dan ketika orang tersebut menanyakan di mana kami tinggal, dengan cepat saya menjawab,
“Cibuburhrh”
Lain lagi dengan Teo, anak seorang teman. Dia cenderung melafalkan ‘R’ menjadi ‘L’. Seperti juga Haydar, Teo berusaha keras untuk bisa melafalkan huruf ‘R’ seperti seharusnya.
Berhasil! Masalah muncul, ketika dia secara spontan sering tidak bisa membedakan mana ‘L’ yang harus diubah ke ‘R’ dan mana yang harus tetap dilafalkan ‘L’. Alhasil sering jadi terbalik-balik atau malah kebablasan semua ‘L’ diubah menjadi ‘R’ : ‘telor’ menjadi ‘terol’, dan ‘hiu martil’ menjadi ‘hiu martir’!

Namun ternyata ada beberapa jenis kecadelan, dan tidak mengenal usia. Artinya, ada yang bisa sembuh dan ada juga yang tidak.
Ketika kami pindah ke rumah kami yang baru, suami memperkenalkan diri sebagai warga baru ke salah satu pengurus RT, seorang pensiunan instansi BUMN. Pulang dari rumah pengurus RT tersebut, suami menceritakan Pak RT yang cadel, tetapi jenis kecadelannya agak berbeda. Suami berusaha menjelaskan, tapi saya tidak juga mengerti.
“Kalau gak salah ‘D’nya menjadi ‘G’, dan ‘T’ menjadi ‘K’.”
Papar suami agak ragu, karena tidak bisa memberi contoh kecadelan tersebut. Wah, saya jadi penasaran!
Pucuk dicinta ulam tiba! Keesokan harinya kami bertemu beliau di sport center.
“Kemaring kemanga Pak?. Gikelpong-gelpong koq gak aga yang angkak!” (“Kemarin kemana Pak? Ditelpon-telpon koq gak ada yang angkat”.)
Sampai di rumah, kami ‘analisis’ mengapa bisa terjadi perubahan bunyi seperti itu. Kami bahkan mengucapkan ‘gikelpong’ dan ‘ditelpon’ secara berulang-ulang untuk mengetahui perbedaan “rasanya”. Ketemu! Perbedaannya ada pada gerakan lidah. Seharusnya, untuk melafalkan huruf ‘D’, ‘T’ dan ‘N’, lidah akan menyentuh langit-langit mulut bagian depan dan bagian dalam gigi seri atas. Tapi mungkin karena lidah Bapak pengurus RT tidak cukup panjang atau kurang lentur, maka bunyinya berubah menjadi ‘G’, ‘K’, dan ‘NG’.

Meski bermaksud untuk membuat lebih akrab, jangan pernah kita menirukan kecadelan seseorang sekalipun dia masih kanak-kanak. Mereka tak akan suka atau bahkan marah. Simak diskusi Indi dengan mamanya mengenai boks bayi untuk adiknya.
“Ma, ‘boz’ adik bayi kita letakkan di sini ya?!”.
“Boleh! Nanti kita cari ‘boz’ yang ukurannya sesuai”.
“Bukan ‘boz’ Ma. Tapi… ‘boz’!” Sungut Indi meralat mamanya.

24 November 2008

PROSES BELAJAR YANG MENYENANGKAN


PROSES BELAJAR YANG MENYENANGKAN

Pada tanggal 14, 15, dan 16 November 2008 yang lalu, saya berkesempatan mengikuti Konferensi yang diselenggarakan Pusat Program Pembangunan Anak Indonesia (PPPAI) dengan judulBangun Anak Indonesia dengan Proses Belajar yang Menyenangkan”. Konferensi yang membahas pendidikan anak usia dini (PAUD) ini menggandeng Pamela Phelps, PH. D & Laura Stannard, PH. D. dari Creative Center for Childhood Research and Training (CCCRT) dan Sekolah Al Falah, sebagai salah satu contoh sekolah yang menerapkan metoda Beyond Center & Circle Time (BCCT).

Apakah CCCRT & BCCT?
CCCRT adalah sebuah perusahaan nirlaba yang bergerak di bidang penyediaan pelatihan dan program konsultasi untuk pendidikan anak usia dini. Falsafah dasar mereka adalah bahwa anak usia dini akan belajar dengan paling baik melalui bermain. Dan bermain di sini adalah yang dikondisikan : lingkungan yang mendukung, alat permainan yang bermakna, adanya pijakan (scaffolding) dari orang dewasa (orang tua maupun guru) dan yang paling penting adalah sesuai dengan tahap perkembangan mereka. Tahap perkembangan di sini, berbeda dengan tahap pertumbuhan (kronologis). Jadi bisa saja seorang anak berusia (kronologis) enam tahun, tapi tahap perkembangannya baru di usia empat atau bahkan dua tahun.
Perkembangan tersebut juga bisa lebih jauh diklasifikasi ke dalam beberapa domain, di mana masing masing domain bisa berkembang tidak secara bersama-sama.
Domain-domain itu adalah :
Kognisi/pemahaman (cognitive)
Afeksi
Emosi (Emotional)
Gerakan Fisik (Physical Motor)
Sosial (Social)

Besar kemungkinan terjadi, seorang anak sudah sangat matang perkembangan koginisi-nya akan tetapi sangat belum berkembang emosi maupun sosialnya. Adalah kewajiban orang tua dan guru untuk menyeimbangkannya.
Dan metode yang paling bisa mengakomodasi kebutuhan tersebut adalah metoda Sentra dan Waktu Lingkaran (BCCT). Melalui metode ini, anak belajar sesuai dengan tahap perkembangannya, sehingga anak merasa nyaman. Metode ini juga mengakomodasi system pembelajaran yang inklusif. Anak dengan kebutuhan khusus (speciall needs/disabilities) akan bisa berkembang bersama dengan anak anak ‘normal’ (typical). Bahkan riset membuktikan bahwa system inklusif ini akan memberikan ssinergi baik bagi anak tipikal maupun berkebutuhan khusus.
Sisstem pembelajaran SEntra & Waktu Lingkaran menerapkan sistem pembelajaran aktif, di mana anak tidak hanya mendengarkan (seperti pada system pembelajaran klasik – direct teaching), tetapi anak belajar melalui segenap indera yang ada pada mereka : melihat, menyentuh, merasakan, mencium atau merasakan. Proses ini akan membuat anak aktif & memiliki kaitan personal dengan hal-hal yang dipelajarinya. Menurut Erick Erickson, terdapat beberapa tingkatan/jenis belajar yang akan menghasilkan tingkat pemahaman (atas informasi yang dipelajari), yakni :
Jenis Informasi yang terserap
Membaca 10%
Mendengar 20%
Melihat 30%
Melihat & Mendengar 50%
Mendiskusikan 70%
Mengajarkan/Menceritakan Kembali 95%

Selanjutnya, dengan memahami sesuatu, orang akan membangun pengetahuan mereka (construct their knowledge) dan oleh karenanya sebaiknya mereka bisa menemukan sendiri (invent by themselves). Dicontohkan, pengetahuan tentang warna hijau. Ada berbagai cara mengajarkan anak tentang warna hijau :
1. Tunjukkan flash card berwarna hijau, dan katakanIni hijausecara berulang-ulang, atau
2. Tunjukkan gambar katak, dan minta anak untuk mewarnainya dengan warna hijau, dan jelaskanini katak, berwarna hijau”, atau,
3. Berikan dua tabung berisi cairan berwarna. Satu tabung berwarna biru, dan tabung yang lain berwarna kuning. Dan biarkan anak-anak menemukan sendiri warna hijau. Mereka akan menemukan berbagai macam warna hijau dari yang sangat terang hingga yang sangat gelap.
Dari ketiga cara tersebut, dengan cara manakah warna hijau yang akan paling diingat oleh anak? Tentu saja cara ketiga, karena mereka mengalamimenemukan wana hijau mereka sendiri’. Anak harus merekonstruksikan hal-hal yang dia lihat di dunia nyata (recreate things that they are seeing in the real world).

MENGAPA CARA BELAJAR HARUS MENYENANGKAN?

Metode sentra & waktu lingkaran diyakini sebagai suatu metode yangakan memberikan kesempatan bagi anak untuk menjalani proses membangun dan mencari tahu sendiri pengetahuan. Dan karena sesuai dengan tingkat perkembangan anak sebagai suatu individu, anak akan merasa nyaman, dan bebas dari rasa tertekan.
Tetapi mengapa rasa nyaman dan bebas dari rasa tertekan menjadi sangat penting dalam proses belajar seorang anak? Hal ini berhubungan dengan kondisi, fungsi, dan karakteristik otak sebagai organ pusat berpikir manusia.
Secara garis besar, otak manusia dapat dibagi menjadi 3 bagian :
1. Batang Otak (Brain Stem)
2. Limbik (lymbic), dan
3. Otak besar dengan lapisan korteks (cortex)


1. Batang Otak, adalah bagian bawah otak, tempat pertemuan dengan saraf utama tubuh, yaitu sumsusm tulang belakang. Batang otak mengontrol proses-proses dasar yang penting bagi kehidupan (SURVIVAL) seperti bernafas, denyut jantung, mencerna makanan, atau membuang kotoran. Karena eratnya hubungan denganpenyelamatan hiduprespon yang diperintahkan oleh batang otak bila memperoleh stimulus dan diterjemahkan sebagai ancaman, maka akan ada order “to fight or to flight”
2. Limbik, terletak di bagian tengah bawah. Limbik ini erat berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal EMOTIONAL. Sering disebut juga dengan “Sea of Love” karena bagian otak ini mempelajari, mencerna dan menginterpretasikan cinta, kebaikan, compassion, apresiasi, dan juga perhatian. Yang mungkin paling berkaitan dengan topik kita kali ini adalah bahwa, Limbik ini apabila terstimulasi dengan hal-hal emosional yang positif, akan mengaktifkan tingkat berfikir yang lebih tinggi yang dilakukan oleh bagian ketiga : Korteks.
3. Korteks, adalah bagian terbesar (otak besar) dan sering disebut sebagai thinking cap, karena tugasnya yang berhubungan dengan hal-hal yang LOGIC seperti reasoning, analisis, perencanaan, pengorganisasian, bicara, bahasa, penglihatan, pendengaran, dan juga kreativitas.

Pada saat lahir, bayi memiliki jutaan neuron dan sinapsa (synapses/pertemuan atara sel-sel syaraf/sel otak). Sinapsa ini merupakan fikstur permanen yang akan rusak/hilang bila tidak digunakan. Pengulangan atau pola-pola akan menghasilkan informasi & membangun sinapsa.
Dari sini terlihat jelas hubungan langsung antara suasana (diri & lingkungan) yang nyaman, akan membantu anak untuk belajar dengan optimal. Karena hanya pada suasana yang nyaman, limbik akan mengaktifkan korteks ke level yang lebih tinggi dan membangun sinapsa.

APA YANG TERJADI JIKA SEBALIKNYA?
Jika suasana diri & lingkungan tidak nyaman atau bahkan menekan & mengancam, batang otak yang bekerja, menterjemahkan impulse yang ada sebagai ancaman dan melakukan fight or flight! Pada kondisi ini, hormon cortisol akan diproduksi. Hormon diyakini mematikan sel-sel otak. Sebagai contoh misalnya, pada anak yang sedang tantrum, mereka tidak akan bisa mendengar/mencerna kata-kata yang kita katakan. Lebih parah lagi, pada saat tantrum, banyak sel-sel otak yang berguguran. Jadi, usahakan jangan sampai hal itu terjadi. Namun bila terjadi, usahakan berlangsung sesingkat mungkin. Yang harus kita lakukan sebaiknya tenangkan diri (terutama diri kita! Karena biasanya kita kesal & tidak sabaran pada anak yang tantrum), dan ajak anak bicara/jelaskan maksud kita, hanya setelah mereka tenang. Hal ini tidak berarti kita harus menuruti keinginan anak agar dia segera menghentikan tantrumnya! Jika hal ini terjadi, anak akan menangkap pola “O, kalau aku melakukan hal ini Ibu akan menuruti keinginanku!” Itu berarti dia akan melakukannya lagi!!
Seorang kawan menceritakan pengalamannya, bagaimana putrinya (satu di antara dua kembar yang cantik-cantik!) tantrum di Mall. Yang dia lakukan adalah dia membawa ke mobil, membiarkan dia menjadi tenang, dan mengajak berbicara setelahnya. Memang pada saat kejadian diperlukan kesabaran ekstra karena proses ini akan makan waktu & tenaga. Tapi,
“It works! Memang lama, tapi dia benar-benar tahu bahwa cara itu tidak berhasil menggoyahkan mamanya. Dia bisa menerima penjelasanku, dan kita bisa membuat komitmen & kesepakatan baru yang menyenangkan kedua belah pihak. Jadi, dia tidak pernah mengulangi lagi tantrumnya!” Paparnya.
Nah, dengan pemahaman seperti itu, apakah kita masih akan memaksakan diri mengirim anak ke sekolah yang kita yakini akan mencetak anak kita sebagai manusia unggulan tanpa memperhitungkan apakah anak kita akan nyaman belajar di sana?





  • KLASIFIKASI VS SELEBRITI & KOLEKTOR MOBIL
    KLASIFIKASI SEBAGAI CARA PENGEMBANGAN BERPIKIR LOGIS
    Sulungku Haydar (7 tahun) kini duduk di kelas 2. Di sekolahnya yang menerapkan metode Beyond Centers & Circle Time (BCCT), diajarkan untuk selalu melakukan klasifikasi sejak anak usia dini. Klasifikasi diyakini akan memberikan kemudahan proses pembelajaran karena anak akan berusaha mencerna/memahami suatu hal atau informasi yang berserak di sekitarnya sebagai suatu pola yang beraturan dan memudahkan dia untuk berpikir logis, dan memperkirakan apa yang akan terjadi kemudian. Klasifikasi juga diyakini membantu anak untuk belajar matematika, membaca, dan juga menulis karena anak akan terbiasa memilah-milah dan pada akhirnya menterjemahkan simbol-simbol yang ada di sekitarnya menjadi sebuah tanda/‘sign’ yang bermakna.
    Jadilah hampir segala kegiatan yang dilakukannya – terutama di sekolah - akan ada kegiatan klasifikasi. Entah itu berupa beres-beres setelah bermain (mengembalikan barang kembali ke tempatnya/kelompoknya), menyusun bangunan yang kokoh pada waktu bermain balok, ataupun juga ketika kegiatan yang berhubungan dengan alam.
    Klasifikasi juga terus meningkat, dari yang berhubungan satu satu, sampai ke yang memiliki beberapa variabel : bentuk, warna dan ukuran. Kalau belum mengetahui manfaat klasifikasi tersebut, tentunya kita akan bertanya-tanya.... Kenapa klasifikasi selalu diulang-ulang? Apa hubungannya meronce manik-manik warna warni dalam berbagai bentuk & ukuran dengan ketrampilan baca tulis hitung?
    TETANGGAKU SANG SELEBRITI
    Di kompleks perumahan di daerah Cibubur, kami bertetangga dengan salah seorang selebriti. Dia adalah bintang sinetron kawakan yang terkenal dengan peran-peran antagonisnya. Rumahnya yang cukup besar, berada di jalan utama dan satu-satunya jalan masuk menuju kompleks perumahan kami. Otomatis, semua orang yang tinggal di kompleks kami sehari-hari akan melewati rumahnya. Di usianya yang kepala empat, sang selebriti – sebut saja dengan Tante Jelita – masih menawan. Badannya yang selalu langsing, berkesan imut-imut. Dan wajahnya pun lebih cantik daripada yang kita biasa lihat di layar kaca, apalagi kalau sedang memerankan tokoh antagonis. Sekilas, orangnya juga terlihat ceria, banyak tertawa, ramah & rendah hati/down to earth.
    Tante Jelita sudah lama tinggal di kompleks perumahan kami, lebih dahulu daripada kami sendiri yang tinggal di situ sejak tahun 1997. Di awal masa-masa kami tinggal di perumahan tersebut, kami mengenal keluarga Tante Jelita aktif di kegiatan lingkungan. Mereka (tante Jelita, suami keduanya, dan dua orang anak Tante Jelita yang ganteng-ganteng) ikut kegiatan tujuh belasan RW, potong kambing qurban, dan Tante Jelita juga ikut arisan ibu-ibu. Bahkan ketika terjadi kerusuhan di tahun 1998 - alhamdulillah perumahan kami aman dari aksi kerusuhan & penjarahan - suami Tante Jelita aktif bersiskamling!
    Tapi rupanya nasib perjodohannya tidak semanis wajah Tante Jelita. Keaktifan keluarga Tante Jelita dalam kegiatan lingkungan hanya terjadi ketika Tante Jelita masih bersama suami-nya yang kedua. Begitu terjadi gonjang-ganjing di keluarga (dan kami tahu dari berita infotainment yang seru bahwa mereka sepakat bercerai), perlahan keterlibatan Tante Jelitadi kegiatan masyarakat sekitar mulai menyusut. Sekalipun masih tetap ramah bila bertemu kami para tetangganya, Tante Jelita terlihat mulai menarik diri. Respon dari warga atas perubahan sikap tersebut nampaknya seragam. Kami seperti memaklumi keadaannya dan berusaha untuk menjaga privacy Tante Jelita. Juga ketika kami tahu atau menyaksikan gossip yang bersliweran di sekitar kehidupan cintanya, diam-diam kami bersimpati sekaligus terheran-heran “Apa ya, pertimbangan Tante Jelita melakukan hal itu?”
    Juga akhir-akhir ini, ketika kami tahu tante Jelita menjalin hubungan dengan salah seorang figur terkenal yang sedikit kontroversial, jauh sebelum media massa mengekspose-nya, kami (saya dan suami) hanya bisa terheran-heran, atau paling-paling menjadikannya sebagai bahan diskusi antara suami dan isteri.
    ANAKKU SI PENELITI SOSIAL ULUNG
    Haydar, boleh dikatakan adalah “public relation officer” di perumahan kami. Hampir semua orang tahu dia, dan dia banyak tahu tentang orang lain terutama bila berkaitan dengan hal-hal yang menarik minatnya : mobil, pesawat terbang, traveling, perlengkapan gadget, dan juga hubungan interpersonal. Dan mungkin karena pola pendidikan yang transparan yang diterapkan orang tua jaman sekarang, Haydar sering mendapat banyak cerita dari teman-temannya, bahkan untuk hal-hal yang dulu dianggap tabu untuk diceritakan ke anak. Tidak jarang, dia pulang membawa berita :
    Si X mobilnya sudah dijual. Katanya mau ganti yang baru. Kan Ayah X pindah kantor, jadi uangnya sekarang lebih banyak (wah, ganti kantor, ganti gaji!)
    Papanya si Y itu sekarang sudah tidak tinggal di rumahnya lagi. Dia masih tetap ayahnya Y, tapi sudah bukan suaminya mama Y! (oh.... bercerai?!)
    Si Z mau berlibur ke Bali, naik Garuda! Kenapa Bunda waktu itu naik Air Asia? (lebih murah, nak!)
    Mas Anu, sudah beli Nintendo Wii, pakai kartu ATM (Maksudnya Kartu Kredit)! Keren loh, kenapa kita gak beli? Kan kita punya kartu ATM juga? (Ngutang ni yee!)
    Bunda, Uminya si Polan itu ternyata hanya punya anak 2. Jadi kakak-kakaknya si Polan itu bukan anaknya Uminya, tapi anak Mamanya yang sekarang tinggal di Bali! Enak ya, punya rumah 2! (Punya 2 rumah memang nyaman, tapi ini soal berbagi hati sayang!)
    Berita-berita itu layak dipercaya kebenarannya, karena biasanya Haydar mendapatkannya langsung dari ‘nara sumber’ yang dia kenal dengan sangat dekat. Memang terkadang dia tambahkan interpretasi berdasarkan analisis atau khayalan dia. (Apalagi kalau kita terlihat antusias atas berita yang dia bawa, tapi dia sudah tak mempunyai informasi lebih jauh!)
    SANG KOLEKTOR MOBIL MEWAH
    Menyadari kekritisannya dalam mencerna informasi, terkadang kami harus berhati-hati atau menggunakan bahasa Inggris atau bahkan bahasa sandi jika akan berbicara tentang hal-hal yang tidak perlu dia dengar. Kalau kami mendapat informasi dari Haydar mengenai banyak hal – terkadang sangat detail, berarti orang lain juga bisa mendapat informasi sedetail itu tentang kondisi keluarga kami!
    Juga mengenai Tante Jelita. Kami berusaha semaksimal mungkin tidak membicarakannya bila ada Haydar. Terutama mengenai kehidupan pribadinya yang agak rumit dipahami untuk anak seumuran Haydar. Tapi karena posisi rumahnya yang sangat “strategis” membuat apa yang sedang terjadi di rumah Tante Jelita bisa dia rekam dengan teropongnya.
    Kali ini Tante Jelita sedang aktif berhubungan dengan seorang figur yang juga cukup terkenal. Haydar sebenarnya tidak mengenal figur itu. Yang dia rekam di kepalanya adalah bahwa di rumah Tante Jelita sekarang sering terparkir mobil-mobil mewah. Mobil-mobil mewah itu tidak diparkir di dalam garasi, atau halaman di dalam pagar, tetapi di luar pagar (di pinggir jalan utama akses ke perumahan kami). Sebelumnya, mobil-mobil mewah itu hanya sesekali diparkir di depan rumah Tante Jelita. Tapi sekarang makin lama makin sering, hampir setiap hari. Mobil-mobil yang sering dipakai figur terkenal itu adalah Ferrari coupe convertible berwarna merah & 2 buah Hummer (warna abu-abu gelap/hitam dan abu-abu muda kehijauan).
    Haydar excited sekali dengan mobil-mobil tersebut, terutama si Ferrari merah. Apalagi kap mesinnya transparan, sehingga mesinnya yang rapih mengkilat terlihat jelas. Menurutnya, mobil Ferrari itu sangat rapih tapi setirnya sangat kecil (rupanya dia sering mengintip kabin mobil!).
    Pada suatu hari, ketika kami melewati rumah Tante Jelita, lagi-lagi kami melihat mobil Ferrari merah itu diparkir di depan rumah. Haydar mulai bertanya sambil menganalisis
    “Bunda, mobil Ferrari itu milik Tante Jelita bukan?”
    Menurut Haydar?
    “Bukan! Kalau milik Tante Jelita, pasti dia akan dibuatkan tempat khusus, tidak diparkir di depan rumah. Mobil ini milik orang yang juga punya Hummer yang hitam & abu-abu!”
    Kenapa Haydar bisa menyimpulkan seperti itu?
    “Karena plat nomornya mirip-mirip! Semua mobil itu ada angka-nya yang sama (oh, klasifikasi!), tapi beda-beda belakangnya! Jadi pasti punya satu orang. Orang itu siapa Bunda? Suaminya Tante Jelita bukan?”
    Bunda tidak tahu, kalau menurut Haydar, orang itu suaminya Tante Jelita atau bukan?
    “Haydar juga tidak tahu. Tapi orang itu hampir tiap hari tidur di rumah Tante Jelita. Dulu Ferrari nya sering diparkir di situ kalau Sabtu pagi, hari Minggu sudah tidak ada. Sekarang kan hampir setiap hari?! Bunda, kenapa orang itu punya mobil Ferrari & Hummer-nya 2?”
    Maksudnya?
    “Iya... Ferrari kan kecil, merah, dan bentuknya sedan yang sangat cepat jalannya. Kalau Hummer kan bentuknya seperti jip yang besar sekali, warna-nya hitam atau abu-abu, dan kata Ayah biasanya digunakan untuk jalan yang tidak rata” (Dia sedang melakukan klasifikasi lagi! Dan dia belum menemukan benang merahnya.)
    Menurut Haydar, kenapa ya, orang itu beli Ferrari tapi juga beli Hummer?
    “Karena orang itu sering balapan, tapi juga sering pergi ke tempat yang jalannya jelek?”
    Mungkin! Tapi kenapa balapan?
    “Ya iyalah! Ferrari itu kan kenceng sekali. Padahal kita sering kena macet, jadi gak bisa kenceng! Pasti buat balapan! Mungkin di Sentul ya?”
    “Bunda, Haydar tahu kenapa orang itu membeli Ferrari & Hummer! .... Karena semuanya mobil yang harganya sangat mahal, jadi sedikit yang punya di Indonesia!”
    Setelah lama terdiam, dia nyeletuk lagi
    “Kenapa orang itu uangnya banyak sekali ya?! Kata Ayah, harga mobilnya lebih dari satu milyar! Satu milyar itu seberapa banyak? Tabungan kita di bank ada berapa banyak?"
    Alhamdulillah.... dia sudah menemukan benang merahnya! Dengan berbicara mengenai mobil yang diparkir di depan rumah Tante Jelita, Haydar menemukan variabel-variabel baru selain bentuk, warna, dan ukuran : keunggulan komparatif, dan juga nilai (value) baik yang tangible (harganya lebih dari 1 Milyar) maupun yang intangible (gengsi, karena hanya sedikit yang punya di Indonesia)! Subhanallah!

MUKA BLOON DI POLRES DEPOK
Begitu sadar SIM A saya tidak berada di tempatnya, hati saya jadi was was, menyetirpun jadi ekstra hati-hati dan sudah pasti menghindari ‘masalah’, jangan sampai berurusan dengan Polantas. Tapi saya tidak juga tergerak untuk segera mengurusnya.

Mengapa Malas mengurus SIM?
Ada dua masalah : Pertama, saya belum sempat memfoto copy SIM tersebut. Artinya, saya harus mengurus dari awal, seperti membuat SIM baru. Sudah kebayang suasana jika harus berurusan dengan pihak otoritatif: Tidak ada kejelasan, penuh peraturan tapi semua berkesan menyulitkan, dsb. Hal itu juga menyangkut ke masalah kedua : Pengurusan SIM dilakukan di kantor Samsat di Kalideres, padahal rumah saya di Cimanggis. Kok jauh banget ya?!
Mengenai hal kedua itu, suami sempat meragukan. Menurutnya, bisa mengurus SIM di Depok. Tapi karena suami juga tidak 100% yakin, di kepala saya tetap di Kalideres nun jauh di sana…
Mencoba mencari informasi mengenai jasa pembuatan SIM. Wah, mahal! Rp 500,000! (Bahkan untuk expatriate mereka charge Rp 1 juta!)

Mendapat Jalan Keluar
Sampai akhirnya ada seorang teman yang memberi nasehat jitu
“Kalau kita tinggal di wilayah Depok, ya ngurus di Depok! Jangan pakai jasa-jasa gitu deh, mahal! Mending datang aja langsung ke sana, di sana pasti ada yang bantu. Pasang aja "muka bloon", nanti akan ada yang ngedeketin… Waktu itu gue alasannya karena waktu yang mepet, gak bakalan kelar satu hari. Oh ya, pilih yang pakai seragam ya, biar gak macem-macem!”
Akhirnya tanggal 8 November 2008 kemarin, saya ke Polres Depok : Ok, mari kita mulai aksi pasang „mu-blo“. Setelah sekian lama, loh, kok tidak ada yang menawarkan sesuatu atau bahkan mendekat?! Akhirnya pasrah dan tanya ke provost
„Oh, kesana mbak ke Ruko 32.... tes kesehatan dulu“ Jawab provost sambil menunjuk kompleks Ruko di seberang jalan.
Oh, mungkin di sana akan ada yang „bantu“ pikir saya.
Sampai di Ruko yang dimaksud, di lantai 1 ternyata hanya ada petugas pencatat & penerima biaya tes kesehatan. Biaya tes kesehatan Rp 15,000. Sewaktu ditanya mau bikin SIM jenis apa, secara spontan terpikir mau bikin SIM C juga. SIM C saya sudah lama expired & tidak pernah berniat untuk bikin baru karena tidak pernah naik motor. Tapi apa salahnya kalau sekarang punya SIM C? Kalau sewaktu-waktu diperlukan…. OK, deal, saya bayar Rp 30,000 untuk SIM A & SIM C.
Setelah membayar, saya diminta naik ke lantai 2 untuk diukur tensi darah, tes penglihatan (yang tidak diganti-ganti papan bacanya…. Jadi bagi yang agak rabun harap diingat-ingat pemohon SIM sebelumnya tadi baca huruf apa saja!), tes buta warna, dan ketemu dokter (yang hanya mengatakan “Ini untuk 2 SIM ya?” sambil melingkari bagian-bagian yang menyatakan saya sehat).
Selesai Tes Kesehatan, saya masih pasang "mu-blo" & mulai mencari…. Mana nih, Pak Polisi yang mau bantu? Tanya saya sambil bergegas kembali ke kantor kepolisian, karena ada gejala, banyak sekali yang mau mengurus SIM. Benar saja! Begitu sampai di gedung Polres....suasananya sangat ramai oleh orang yang hendak mengurus SIM. Udara yang panas akibat cuaca mendung makin menambah gelisah. Saya berusaha mencari informasi bagaimana cara mengurus pembuatan SIM baru, tapi sekaligus juga pasang strategi bagaimana caranya supaya bisa cepat selesai. Di dinding terpasang bagan pengurusan SIM yang mengharuskan saya ke bagian pendaftaran, tapi tadi sempat dengar saran petugas, untuk langsung ke loket Bank. Begitu sampai giliran saya untuk membayar biaya pembuatan SIM (baru Rp 75,000 & perpanjangan Rp 60,000), petugas meminta saya untuk memfotocopy KTP terlebih dahulu dan menyarankan saya untuk langsung ke loket asuransi (yang seharusnya tidak wajib) yang terletak di samping loket bank, sambil memberikan formulir pendaftaran. Oh ya, biaya asuransi Rp 15,000

Mengikuti Prosedur
Di loket asuransi, tertempel pengumuman „Di sini Menyediakan Ballpen & Pensil“. Untuk apa ya?! „Untuk ujian teori Bu!“ Kata Ibu yang antri di depan saya
Oooo.... ujian teori! Saya melirik jam di dinding... 10.30. Saya mulai kehilangan harapan akan datangnya „petugas berseragam penolong orang-orang dengan muka bloon“. Segera saya lengkapi formulir pendaftaran & antri untuk menyerahkannya di loket pendaftaran yang ditulis buka hingga jam 12.00. Pada waktu menerima formulir pendaftaran, petugas pencatat menanyakan golongan darah sambil menyarankan untuk menunggu giliran untuk mengikuti ujian teori. Ruang ujian teori hanya muat 33 orang dan sekali ujian berlangsung selama 30 menit. Perkiraan saya, harus menunggu paling lama satu jam.
Saya jadi was-was, setelah menyadari waktu telah 2 jam berlalu…. Jangan-jangan saya tidak bisa ikut ujian teori hari ini? Tapi petugas meyakinkan, bahwa kalau berkas pendaftaran sudah masuk, pasti akan ikut ujian hari ini, jam berapapun! Syukurlah!
Sambil menunggu, polis asuransi saya ternyata sudah jadi. Jadi, kalaupun gagal ujian, artinya tidak punya SIM, saya punya asuransinya!
Jam 12.45. Akhirnya kesempatan ujian tertulis itu datang juga! Ruang ujian teori itu memang tidak terlalu besar, berisi hanya kursi-kursi kayu yang sudah agak pudar catnya dengan bagian yang agak lebar di bagian tangan kanan untuk menulis (bagaimana kalau peserta ujian ada yang kidal ya?). Sementara di bagian belakang, di sebelah pintu yang menghubungkan dengan loket pendaftaran, terdapat 2 meja untuk petugas memeriksa hasil ujian. Meskipun demikian, ruangan itu ber-AC, jadi yah… lumayan ngadem, setelah sekian lama berada di luar ruangan yang penuh orang, panas & pengap tak berangin.
Setiap peserta diberi lembar soal yang berbeda, tergantung jenis SIM yang diinginkan, dan masing-masing memiliki kode. Petugas di ruang ujian teori cukup ramah dan menjelaskan tata cara ujian dengan lugas, dan juga menjelaskan bahwa ada toleransi bagi peserta untuk lulus ujian teori dengan maksimal salah 12 dari 30 soal yang ada di lembaran soal. Soal berupa pertanyaan dengan 3 pilihan jawaban. Terus terang, menurut saya pribadi soal-nya agak membingungkan…. kata-katanya tidak bisa langsung dicerna dan pilihan jawaban yang tersedia agak mirip-mirip.
Kurang dari 30 menit saya sudah menyelesaikan soal ujian. Saya berusaha untuk mengulang, siapa tau ada yang salah & bisa diperbaiki. Tapi karena menurut saya pilihannya membingungkan…. sama saja, tidak ada ada yang bisa diperbaiki. Sehingga ketika petugas mengumumkan, boleh dikumpulkan jika sudah selesai, saya bergegas menyerahkan kertas ujian saya saya.
Petugas langsung mencocokkan jawaban di kertas ujian dengan ‘kunci’ jawaban, sesuai dengan kode soal. O…. pantas waktu ujian bisa jadi lama karena langsung di-cek!
“Mbak, salah 12…. Jadi mBak masih memenuhi persyaratan minimal lulus! Mbak silahkan ke atas untuk uji praktek!”

Ujian Praktek
Ujian praktek? Mana mungkin orang sebegitu banyak dites satu persatu? Ternyata…
“Satu satu mBak! Mbak kan ambil dua SIM, jadi diuji dua kali, mobil & motor!” Jawab salah seorang petugas yang kebetulan melintas di lapangan uji praktek.
O-oooo….
Saya juga sempat bertanya, sampai jam berapa ujian praktek ini? (Kembali saya takut, jangan-jangan setelah menunggu lama saya diminta datang lagi lain hari karena sudah tutup!).
“Yang sudah menunggu/terdaftar pasti akan diuji bahkan jika perlu sampai malam sekalipun!”
Anehnya, saya merasa sangat tenang. Apa karena dari awal – gara-gara mengharapkan petugas penolong - saya sudah punya mindset “this will gonna be an easy one” ya?
Ujian untuk SIM A berupa menyetir berbelok di tanjakan, berhenti, melanjutkan hingga ke ujung tanjakan, dan kembali ke tempat dengan mundur. Syarat kelulusan adalah, pada waktu berjalan lagi setelah berhenti tidak boleh mundur/melorot, mesin tidak menggerung, atau mati. Kemudian pada waktu mundur kembali ke tempat tidak boleh menjatuhkan balok penanda batas, dan tidak boleh posisi parkir miring.
Untuk SIM C, ujiannya berupa tes slalom : tidak boleh menginjakkan kaki ke tanah, & tidak boleh menjatuhkan balok penanda. Saya sempat berpikir, sebenarnya yang perlu di-test pada calon pengendara motor di Jakarta ini adalah test cara mengerem. Di jalan rasa-rasanya semua pengendara motor punya prinsip “tidak boleh berhenti/mengerem”…. Dan banyak sekali kejadian celaka yang diakibatkan pengendara motor ‘tidak mau nge-rem’ alias nyelonong, termasuk menyalip di tikungan jalan!
Jam 14.15. Nama saya dipanggil. Alhamdulillah, saya bisa menyelesaikan dengan baik dan dinyatakan lulus uji praktek SIM A.
Lalu bagaimana dengan ujian motor? Petugas tadi juga memberikan tips
“Kuncinya ada di start mbak…. Ambilnya dari jauh. Kalau terlalu dekat pasti nyenggol balok”. Tapi sebelumnya ada Bapak-bapak yang berjualan minuman uyang ikut menyaksikan jalannya ujian praktek sempat bertanya
“Udah biasa naik motor, mBak?”
“Udah lama gak pernah naik motor Pak!”
“Wah, pasti gak lulus!” Katanya meyakinkan. Saya hanya tersenyum kecut, tapi berusaha meyakinkan diri dengan mengandalkan nasehat petugas tadi. Tapi ternyata si penjual minuman memang lebih jeli! Saya sudah mengambil ancang-ancang dari jauh, memang tidak ada balok yang jatuh, tapi saya gagal mencegah kaki saya menyentuh tanah setelah garis tanda start! Petugas penguji lalu memberikan kertas kecil sebagai tanda untuk mengukuti ujian ulang 2 minggu mendatang!
Dan saya ternyata peserta ujian praktek terakhir hari itu.

Proses Terakhir
Kembali saya antri untuk difoto, cap jempol elektronik, dan pengecekan data. Tapi yang terakhir ini tidak terlalu lama & antrinya pun di ruangan ber AC. Akhirnya SIM A baru pun jadi! Jam menunjukkan pukul 14.30.
Jadi total biaya pembuatan SIM baru adalah :
Tes Kesehatan Rp 15,000
Administrasi SIM Rp 75,000
Asuransi (tdk wajib) Rp 15,000
Ballpen & Pensil (optional) Rp 5,000
Total Rp 110,000+waktu pengurusan sekitar 5 jam (tergantung jumlah peserta)

Ternyata ‘fun’ juga bikin SIM sesuai prosedur…. Dan tentu saja jauh lebih ekonomis daripada minta tolong ke agency! Dan satu hal yang saya rasakan, saya sekarang lebih pede ketika menyetir. Memang, saya tidak jadi lebih lihai menyetir, tapi menyadari bahwa saya (perempuan) memenuhi standar untuk mengendarai mobil di jalan raya, sementara banyak laki-laki yang gagal di ujian – meskipun mungkin juga karena tegang atau baru saja belajar menyetir – membuat saya tidak lagi takut dicerca secara sexist

Usul & Saran
Saya rasanya perlu mengucapkan selamat kepada tim kepolisian resor Depok yang berhasil menegakkan peraturan secara konsisten. Di sepanjang lingkungan area kepolisian, banyak sekali spanduk-spanduk yang mengingatkan untuk ‘kembali ke jalan yang benar’ seperti (kata-kata persisnya saya lupa) :
“Penerima & pemberi suap akan sama-sama dikenakan hukuman” atau “Kami memang tidak sempurna, tapi bantulah kami untuk menjadi lebih baik...”
Tapi ada usulan juga....
1. Buat keterangan yang jelas mengenai prosedur pembuatan SIM (termasuk persyaratan/dokumen yang dibutuhkan di setiap point/loket)
2. Buat keterangan jam kerja yang jelas (termasuk misalkan khusus hari Sabtu loket bank tutup jam 11.00) dan displin dalam mengikuti jam kerja à jangan tutup sebelum waktunya
3. Sediakan fasilitas yang mendukung
a. Mobil & motor uji dalam kondisi baik/wajar sesuai kondisi kendaraan pada umumnya
b. Memang sudah tersedia kursi untuk menunggu, namun jumlahnya kurang
c. Ibu-ibu Bhayangkari bisa memanfaatkan tempat yang ada untuk pelayanan terpadu demi kenyamanan, misal dengan menyediakan kantin yang menyediakan makanan/minuman, alat tulis, foto copy, majalah, bahkan kalau ada buku-buku atau poster tentang peraturan lalu lintas (untuk dibaca di tempat). Mungkin kalau orang sudah sempat membaca terlebih dahulu, orang akan lebih tahu dan lulus dengan skor lebih baik (& tidak main tebak seperti saya). Ini juga menjadi media untuk meningkatkan kesadaran berlalulintas di kalangan masyarakat.