24 November 2008






  • KLASIFIKASI VS SELEBRITI & KOLEKTOR MOBIL
    KLASIFIKASI SEBAGAI CARA PENGEMBANGAN BERPIKIR LOGIS
    Sulungku Haydar (7 tahun) kini duduk di kelas 2. Di sekolahnya yang menerapkan metode Beyond Centers & Circle Time (BCCT), diajarkan untuk selalu melakukan klasifikasi sejak anak usia dini. Klasifikasi diyakini akan memberikan kemudahan proses pembelajaran karena anak akan berusaha mencerna/memahami suatu hal atau informasi yang berserak di sekitarnya sebagai suatu pola yang beraturan dan memudahkan dia untuk berpikir logis, dan memperkirakan apa yang akan terjadi kemudian. Klasifikasi juga diyakini membantu anak untuk belajar matematika, membaca, dan juga menulis karena anak akan terbiasa memilah-milah dan pada akhirnya menterjemahkan simbol-simbol yang ada di sekitarnya menjadi sebuah tanda/‘sign’ yang bermakna.
    Jadilah hampir segala kegiatan yang dilakukannya – terutama di sekolah - akan ada kegiatan klasifikasi. Entah itu berupa beres-beres setelah bermain (mengembalikan barang kembali ke tempatnya/kelompoknya), menyusun bangunan yang kokoh pada waktu bermain balok, ataupun juga ketika kegiatan yang berhubungan dengan alam.
    Klasifikasi juga terus meningkat, dari yang berhubungan satu satu, sampai ke yang memiliki beberapa variabel : bentuk, warna dan ukuran. Kalau belum mengetahui manfaat klasifikasi tersebut, tentunya kita akan bertanya-tanya.... Kenapa klasifikasi selalu diulang-ulang? Apa hubungannya meronce manik-manik warna warni dalam berbagai bentuk & ukuran dengan ketrampilan baca tulis hitung?
    TETANGGAKU SANG SELEBRITI
    Di kompleks perumahan di daerah Cibubur, kami bertetangga dengan salah seorang selebriti. Dia adalah bintang sinetron kawakan yang terkenal dengan peran-peran antagonisnya. Rumahnya yang cukup besar, berada di jalan utama dan satu-satunya jalan masuk menuju kompleks perumahan kami. Otomatis, semua orang yang tinggal di kompleks kami sehari-hari akan melewati rumahnya. Di usianya yang kepala empat, sang selebriti – sebut saja dengan Tante Jelita – masih menawan. Badannya yang selalu langsing, berkesan imut-imut. Dan wajahnya pun lebih cantik daripada yang kita biasa lihat di layar kaca, apalagi kalau sedang memerankan tokoh antagonis. Sekilas, orangnya juga terlihat ceria, banyak tertawa, ramah & rendah hati/down to earth.
    Tante Jelita sudah lama tinggal di kompleks perumahan kami, lebih dahulu daripada kami sendiri yang tinggal di situ sejak tahun 1997. Di awal masa-masa kami tinggal di perumahan tersebut, kami mengenal keluarga Tante Jelita aktif di kegiatan lingkungan. Mereka (tante Jelita, suami keduanya, dan dua orang anak Tante Jelita yang ganteng-ganteng) ikut kegiatan tujuh belasan RW, potong kambing qurban, dan Tante Jelita juga ikut arisan ibu-ibu. Bahkan ketika terjadi kerusuhan di tahun 1998 - alhamdulillah perumahan kami aman dari aksi kerusuhan & penjarahan - suami Tante Jelita aktif bersiskamling!
    Tapi rupanya nasib perjodohannya tidak semanis wajah Tante Jelita. Keaktifan keluarga Tante Jelita dalam kegiatan lingkungan hanya terjadi ketika Tante Jelita masih bersama suami-nya yang kedua. Begitu terjadi gonjang-ganjing di keluarga (dan kami tahu dari berita infotainment yang seru bahwa mereka sepakat bercerai), perlahan keterlibatan Tante Jelitadi kegiatan masyarakat sekitar mulai menyusut. Sekalipun masih tetap ramah bila bertemu kami para tetangganya, Tante Jelita terlihat mulai menarik diri. Respon dari warga atas perubahan sikap tersebut nampaknya seragam. Kami seperti memaklumi keadaannya dan berusaha untuk menjaga privacy Tante Jelita. Juga ketika kami tahu atau menyaksikan gossip yang bersliweran di sekitar kehidupan cintanya, diam-diam kami bersimpati sekaligus terheran-heran “Apa ya, pertimbangan Tante Jelita melakukan hal itu?”
    Juga akhir-akhir ini, ketika kami tahu tante Jelita menjalin hubungan dengan salah seorang figur terkenal yang sedikit kontroversial, jauh sebelum media massa mengekspose-nya, kami (saya dan suami) hanya bisa terheran-heran, atau paling-paling menjadikannya sebagai bahan diskusi antara suami dan isteri.
    ANAKKU SI PENELITI SOSIAL ULUNG
    Haydar, boleh dikatakan adalah “public relation officer” di perumahan kami. Hampir semua orang tahu dia, dan dia banyak tahu tentang orang lain terutama bila berkaitan dengan hal-hal yang menarik minatnya : mobil, pesawat terbang, traveling, perlengkapan gadget, dan juga hubungan interpersonal. Dan mungkin karena pola pendidikan yang transparan yang diterapkan orang tua jaman sekarang, Haydar sering mendapat banyak cerita dari teman-temannya, bahkan untuk hal-hal yang dulu dianggap tabu untuk diceritakan ke anak. Tidak jarang, dia pulang membawa berita :
    Si X mobilnya sudah dijual. Katanya mau ganti yang baru. Kan Ayah X pindah kantor, jadi uangnya sekarang lebih banyak (wah, ganti kantor, ganti gaji!)
    Papanya si Y itu sekarang sudah tidak tinggal di rumahnya lagi. Dia masih tetap ayahnya Y, tapi sudah bukan suaminya mama Y! (oh.... bercerai?!)
    Si Z mau berlibur ke Bali, naik Garuda! Kenapa Bunda waktu itu naik Air Asia? (lebih murah, nak!)
    Mas Anu, sudah beli Nintendo Wii, pakai kartu ATM (Maksudnya Kartu Kredit)! Keren loh, kenapa kita gak beli? Kan kita punya kartu ATM juga? (Ngutang ni yee!)
    Bunda, Uminya si Polan itu ternyata hanya punya anak 2. Jadi kakak-kakaknya si Polan itu bukan anaknya Uminya, tapi anak Mamanya yang sekarang tinggal di Bali! Enak ya, punya rumah 2! (Punya 2 rumah memang nyaman, tapi ini soal berbagi hati sayang!)
    Berita-berita itu layak dipercaya kebenarannya, karena biasanya Haydar mendapatkannya langsung dari ‘nara sumber’ yang dia kenal dengan sangat dekat. Memang terkadang dia tambahkan interpretasi berdasarkan analisis atau khayalan dia. (Apalagi kalau kita terlihat antusias atas berita yang dia bawa, tapi dia sudah tak mempunyai informasi lebih jauh!)
    SANG KOLEKTOR MOBIL MEWAH
    Menyadari kekritisannya dalam mencerna informasi, terkadang kami harus berhati-hati atau menggunakan bahasa Inggris atau bahkan bahasa sandi jika akan berbicara tentang hal-hal yang tidak perlu dia dengar. Kalau kami mendapat informasi dari Haydar mengenai banyak hal – terkadang sangat detail, berarti orang lain juga bisa mendapat informasi sedetail itu tentang kondisi keluarga kami!
    Juga mengenai Tante Jelita. Kami berusaha semaksimal mungkin tidak membicarakannya bila ada Haydar. Terutama mengenai kehidupan pribadinya yang agak rumit dipahami untuk anak seumuran Haydar. Tapi karena posisi rumahnya yang sangat “strategis” membuat apa yang sedang terjadi di rumah Tante Jelita bisa dia rekam dengan teropongnya.
    Kali ini Tante Jelita sedang aktif berhubungan dengan seorang figur yang juga cukup terkenal. Haydar sebenarnya tidak mengenal figur itu. Yang dia rekam di kepalanya adalah bahwa di rumah Tante Jelita sekarang sering terparkir mobil-mobil mewah. Mobil-mobil mewah itu tidak diparkir di dalam garasi, atau halaman di dalam pagar, tetapi di luar pagar (di pinggir jalan utama akses ke perumahan kami). Sebelumnya, mobil-mobil mewah itu hanya sesekali diparkir di depan rumah Tante Jelita. Tapi sekarang makin lama makin sering, hampir setiap hari. Mobil-mobil yang sering dipakai figur terkenal itu adalah Ferrari coupe convertible berwarna merah & 2 buah Hummer (warna abu-abu gelap/hitam dan abu-abu muda kehijauan).
    Haydar excited sekali dengan mobil-mobil tersebut, terutama si Ferrari merah. Apalagi kap mesinnya transparan, sehingga mesinnya yang rapih mengkilat terlihat jelas. Menurutnya, mobil Ferrari itu sangat rapih tapi setirnya sangat kecil (rupanya dia sering mengintip kabin mobil!).
    Pada suatu hari, ketika kami melewati rumah Tante Jelita, lagi-lagi kami melihat mobil Ferrari merah itu diparkir di depan rumah. Haydar mulai bertanya sambil menganalisis
    “Bunda, mobil Ferrari itu milik Tante Jelita bukan?”
    Menurut Haydar?
    “Bukan! Kalau milik Tante Jelita, pasti dia akan dibuatkan tempat khusus, tidak diparkir di depan rumah. Mobil ini milik orang yang juga punya Hummer yang hitam & abu-abu!”
    Kenapa Haydar bisa menyimpulkan seperti itu?
    “Karena plat nomornya mirip-mirip! Semua mobil itu ada angka-nya yang sama (oh, klasifikasi!), tapi beda-beda belakangnya! Jadi pasti punya satu orang. Orang itu siapa Bunda? Suaminya Tante Jelita bukan?”
    Bunda tidak tahu, kalau menurut Haydar, orang itu suaminya Tante Jelita atau bukan?
    “Haydar juga tidak tahu. Tapi orang itu hampir tiap hari tidur di rumah Tante Jelita. Dulu Ferrari nya sering diparkir di situ kalau Sabtu pagi, hari Minggu sudah tidak ada. Sekarang kan hampir setiap hari?! Bunda, kenapa orang itu punya mobil Ferrari & Hummer-nya 2?”
    Maksudnya?
    “Iya... Ferrari kan kecil, merah, dan bentuknya sedan yang sangat cepat jalannya. Kalau Hummer kan bentuknya seperti jip yang besar sekali, warna-nya hitam atau abu-abu, dan kata Ayah biasanya digunakan untuk jalan yang tidak rata” (Dia sedang melakukan klasifikasi lagi! Dan dia belum menemukan benang merahnya.)
    Menurut Haydar, kenapa ya, orang itu beli Ferrari tapi juga beli Hummer?
    “Karena orang itu sering balapan, tapi juga sering pergi ke tempat yang jalannya jelek?”
    Mungkin! Tapi kenapa balapan?
    “Ya iyalah! Ferrari itu kan kenceng sekali. Padahal kita sering kena macet, jadi gak bisa kenceng! Pasti buat balapan! Mungkin di Sentul ya?”
    “Bunda, Haydar tahu kenapa orang itu membeli Ferrari & Hummer! .... Karena semuanya mobil yang harganya sangat mahal, jadi sedikit yang punya di Indonesia!”
    Setelah lama terdiam, dia nyeletuk lagi
    “Kenapa orang itu uangnya banyak sekali ya?! Kata Ayah, harga mobilnya lebih dari satu milyar! Satu milyar itu seberapa banyak? Tabungan kita di bank ada berapa banyak?"
    Alhamdulillah.... dia sudah menemukan benang merahnya! Dengan berbicara mengenai mobil yang diparkir di depan rumah Tante Jelita, Haydar menemukan variabel-variabel baru selain bentuk, warna, dan ukuran : keunggulan komparatif, dan juga nilai (value) baik yang tangible (harganya lebih dari 1 Milyar) maupun yang intangible (gengsi, karena hanya sedikit yang punya di Indonesia)! Subhanallah!

Tidak ada komentar: