25 Februari 2009

DPU, PDAM & Sunset Policy


SUATU PAGI DI JL. KELAPA DUA WETAN, CIRACAS, JAKTIM


Setiap pagi dalam perjalanan menuju kantor, saya mengantar anak-anak sekolah. Kebetulan lokasi sekolah anak-anak yang ada di Jalan Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur itu searah dengan kantor saya. Jadi, tugas mengantar anak-anak ke sekolah saya lakukan dengan senang hati karena begitu efisien. Sekalipun jalan Kelapa Dua Wetan itu tidak besar dan lalu lalang kendaraan cukup ramai, bisa dikatakan arus lalu lintas di jalan tersebut cukup lancar. Kecuali jika ada pemakai jalan yang melanggar peraturan (angkot ngetem, berhenti sembarangan), juga hal-hal yang luar biasa seperti kecelakaan atau kendaraan mogok di jalan.

Tapi beberapa waktu yang lalu, di Jl. Kelapa Dua Wetan yang adem ayem itu terjadi kamacetan yang cukup parah. Ternyata kemacetan terjadi karena sedang ada pengerjaan pembetonan jalan sepanjang lebih kurang 100 meter. Pembetonan itu mengharuskan pemakai jalan untuk antri yang disebabkan oleh penggiliran jalan karena separuh badan jalan tidak bisa dilalui pada saat pengerjaan.

BETON VS ASPAL HOT MIX
Mungkin karena merasa tidaknyaman, pembetonan ini terasa sangat lama. Sebenarnya dalam hati saya mengeluh, kenapa lama sekali ya? Kalau pakai aspal hot mix pasti jauh lebih cepat rampung! Tapi setelah sadar manfaatnya, saya menerimanya dengan ikhlas. Ruas jalan yang dibeton ini cenderung rendah letaknya, sehingga membentuk cekungan yang di musim hujan berubah menjadi genangan air. Dan karena lebih sering terendam air, jalan menjadi cepat rusak & berlubang-lubang. Mengingat hal itu, memang jalan beton lah yang terbaik! Lebih awet & tahan air.

Setelah lebih dari tiga minggu bersabar, akhirnya pembetonan jalan itu selesai. Wah, terasa juga bedanya. Untuk mengkoreksi ketinggian jalan, sebelum dilakukan pembetonan, dilakukan penambahan tinggi badan jalan. Sehingga sekarang terasa lurus dan oleh karenanya lebih nyaman. Dan untuk mengatisipasi perendaman air, sepertinya kualitas betonnya juga ditingkatkan. Sekalipun saya amat awam dengan teknis pembetonan jalan, saya merasa betonnya cukup tebal & rapi pengerjaannya.

DEJA VU
Tapi kelegaan itu tidak berlangsung lama. Kira-kira seminggu (sekali lagi, SEMINGGU!) setelah pembetonan jalan rampung, jalan Kelapa Dua Wetan kembali macet & antri. Ada apa gerangan?
Rupanya, tengah dilakukan pembobolan jalan beton yang baru selesai dibangun! Pembobolan itu dilakukan secara melintang dari sisi timur jalan menyeberang ke sisi barat jalan. Dan karena namanya pembobolan, tentunya dilakukan dengan gaya suka hati alias berantakan!
Oh my God…. Kenapa?! Dan hanya selisih SEMINGGU!
Dari papan pengumuman yang diletakkan di badan jalan saya membaca pemberitahuan
MOHON MAAF PERJALANAN ANDA TERGANGGU. SEDANG ADA PERBAIKAN SALURAN – PDAM
Terus terang bukan hanya perjalanan saya yang terganggu, tapi juga hati nurani dan akal sehat saya! Apa yang sedang terjadi di Negara ini? Kenapa hal yang seperti ini sering atau bahkan selalu terjadi?

Berapa banyak pemborosan yang sudah dilakukan hanya karena tidak adanya koordinasi antar departemen? Atau memang hanya sampai di sini kualitas orang Indonesia?
Saya tidak tahu (dan tentu saja juga tidak ada yang bisa dan perlu memberitahu saya) di mana masalahnya dan siapa yang kurang berkoordinasi, tapi hati saya sangat hancur & tidak bisa mengerti, melihat bagaimana jalan beton yang bagus, bermanfaat, dan BARU SAJA DIBUAT ‘dihancurkan dengan semena-mena’!
Dan bukannya berpikir negatif atau prejudice, saya tidak yakin PDAM akan mengembalikan keadaan pembetonan persis seperti ketika selesai dibuat. Ya, karena sudah berapa kali kita mengalami atau menyaksikan hal yang memalukan seperti ini bukan?
Benar saja, bekas pembobolan itu tidak ditutup sama sekali kecuali tanah yang telah digali diurugkan kembali! SO PAINFUL!

KITA YANG MEMBAYAR!
Mengingat jelasnya fenomena jalan beton vs. saluran air di atas, sangat mudah bagi kita untuk menengarai pemborosan yang terjadi. Tapi saya tidak yakin bahwa pemborosan uang negara yang kasat mata tersebut akan ‘tertangkap’ sebagai suatu kesalahan, pelanggaran, atau kelalaian. Bisa saja ketika dilakukan pemeriksaan atau audit, terbukti bahwa semua telah sesuai peraturan, mengikuti prosedur & anggaran yang ditetapkan. Apalagi jika auditor hanya melihat dari sisi masing-masing Departemen, atau tidak melakukan kunjungan untuk melihat fisik pekerjaan.

Jika yang kasat mata saja sulit ‘tertangkap’, bagaimana dengan pemborosan yang tidak kasat mata? Atau lebih dalam lagi, bagaimana bisa menangkap pemborosan yang terjadi karena tidak efisiennya strategi atau rencana kerja suatu proyek? Bagaimana memprakirakan, memperhitungkan dan mencegah hilangnya potensi uang Negara karena ketidakefisienan?
Tragisnya, ketika pada suatu siang dalam perjalanan menuju Jakarta Pusat, saya membaca baliho mengenai pajak, yang bunyinya kira-kira
“Kota ini dibangun dengan Pajak Anda”
Makin teriris saja hati ini, terlebih jika mengingat jumlah pajak yang tertera di slip gaji yang rela tidak rela harus dipotong untuk dibayarkan ke Kas Negara. Juga ketika ingatan akan kehebohan di kantor sewaktu merespon Sunset Policy berkelebat di kepala saya. Sunset Policy, menurut saya benar-benar “bersahabat”. Maksudnya, saya menangkap kesan yang begitu lekat, dekat, dan tak terelakkan :
“Kukejar kau kemanapun kau pergi. Lebih baik menyerahkan diri sekarang daripada nanti tambah besar kesulitan & dendanya. Pokoknya hidupmu akan lebih susah! ”

Dan sampai saat ini, ketika musim hujan tiba, jalan beton itu masih merana. Luka melintang di badan jalan akibat pembobolan menciptakan lubang menganga dan menjadi wadah genangan air yang makin lama makin dalam sehingga mengganggu atau bahkan membahayakan pengguna jalan. Tepat di tengah tengah beton yang dijebol (yang berarti di tengah-tengah jalan!) dipasang papan penanda, agar orang berhati-hati). Dan pada bagian yang paling berlubang ditancapkan potongan pohon, sementara di bahu jalan, terdapat lubang menganga yang tertutup lembaran beton trotoar yang runtuh. Wah, makin ruwetlah tampangnya!
Setiap kali melewati Jl. Kelapa Dua Wetan, dan melihat pemandangan tersebut, hati saya terasa pedih dan malu….
Apa kata dunia?

Tidak ada komentar: