26 Februari 2009

PDAM, SALURAN BOCOR & UANG KECIL

Setiap bulan saya minta tolong mbak Imah - pengasuh anak kami - untuk membayar rekening PDAM ke loket PDAM yang terletak di kompleks kelurahan dekat perumahan kami. Karena air sumur di rumah kurang begitu bagus (berlumut), 100% kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga dipenuhi oleh air berlangganan tersebut. Konsekuansi logisnya, saya harus membayar lebih mahal, terutama jika dibandingkan teman-teman di kantor atau saudara dengan jumlah anggota keluarga yang mirip dengan keluarga kami. Rata-rata sebulan kami menghabiskan sekitar Rp 300,000

TANGGAL 19 JANUARI
Hampir saja terlupa! Besok adalah hari terakhir pembayaran rekening PDAM. Untung saja di dompet masih ada uang sekitar Rp 350,000. Jadi, sebelum berangkat ke kantor, saya minta mbak Imah untuk membayar rekening PDAM segera (pagi), untuk memastikan loket masih buka & melayani konsumen. Jangan sampai terlambat karena saya tidak mau membayar denda!
Kira-kira pukul 11.00, mbak Imah menelepon dengan gugup
“Ibu, uangnya kurang. Tagihannya hampir satu juta rupiah!”
“Hah????? Jangan-jangan salah lihat atau salah hitung?”
“Iya Bu, saya saja gemetar saking kagetnya. Tapi memang angka itu yang tercantum di kuitansi”
Alhamdulillah, saya masih bersyukur ingat untuk membayar rekeningnya tanggal 19. Coba kalau baru ingat besoknya (tanggal 20 Januari), tidak bisa membayar karena uangnya kurang, sehingga harus kembali keesokan harinya (tanggal 21 Januari)…. Saya akan kena denda dari jumlah yang begitu besar!
Ketika keesokan harinya akhirnya mbak Imah kembali untuk membayar, petugas menyampaikan pesan bahwa kemungkinan ada kebocoran saluran. Petugas tersebut juga menyarankan untuk segera melapor ke kantor PDAM Depok seraya memberikan nomor telepon.

TINDAKAN EMERGENCY & TAGIHAN BULAN BERIKUTNYA
Malam harinya saya diskusi dengan mbak Imah, bagaimana cara mengatasi pembengkakan biaya pemakaian PDAM tersebut. Selain dengan menghemay pemakaian air, juga karena sebenarnya kami tahu, beberapa perlengkapan kami seperti wastafel & closet bocor tapi belum sempat diperbaiki. Akhirnya ditemukan solusi, mbak Imah akan mematikan kran sentral PDAM setiap kali tidak dipergunakan seperti malam hari, atau siang hari setelah memasak/mencuci. Penampungan air juga diaktifkan kembali : water tower, ember-ember & bak mandi dipastikan dalam keadaan penuh selama kran sentral dimatikan. Sementara, saya juga minta mbak Imah untuk mengawasi petugas PDAM yang mencatat jumlah pemakaian per bulan. Takutnya, sang petugas asal-asalan dalam mencatat angka di meteran.

Pada bulan berikutnya, tanggal 13 Februari 2009, saya kembali minta mbak Imah untuk membayar rekening PDAM. Karena yakin sudah bisa menekan pemborosan pemakaian air (termasuk juga karena kebocoran) saya berikan uang Rp 300,000. Feeling saya, sepertinya tagihan akan berkisar Rp 200,000.
Tetapi alangkah kagetnya saya ketika jam 10.00 mbak Imah menelepon ke kantor
“Ibu, bagaimana ini? Uangnya kurang lagi, kata petugas bulan Januari kita harus bayar Rp 967,000! Koq masih sebegitu tinggi ya Bu?”
Saya panik, berarti kebocoran tidak terjadi di saluran di dalam rumah saya, tapi di luar rumah! Saya segera menelepon ke kantor PDAM untuk melapor. Dari tetangga saya mendengar bahwa mengganti meteran PDAM (dengan asumsi biasanya kebocoran terjadi karena meteran berkarat atau tidak berfungsi dengan baik) tidaklah mahal biayanya.

MELAPOR KE PDAM
Setelah menanyakan persisnya lokasi rumah saya, petugas PDAM menyarankan untuk menghubungi bagian teknis di kantor PDAM Depok. Ketika akhirnya saya menghubungi kantor PDAM Depok, langsung minta disambungkan ke bagian teknis, operator dengan professional bertanya
“Kalau boleh saya tahu, untuk masalah apa ya Bu?”
Kemudian saya ceritakan kronologi peristiwa yang saya alami. Yang membuat saya kaget,
“Ibu, tagihan bulan Januari yang harus Ibu bayar bukan Rp 970,000 tapi Rp 96,700!”
Saya kurang percaya, jangan-jangan si mbak salah baca jumlah nol nya???
“Menurut catatan kami seperti itu Ibu. Jadi, tagihan bulan sebelumnya memang sekitar satu juta rupiah, dan tagihan itu sudah Ibu bayar lunas pada tanggal 28 Januari 2009. Nah…”
“Bukan tanggal 28 januari, mbak. Tapi 20 Januari” potong saya. Saya ingat betul tanggal pembayaran bulan lalu!
“28 Januari Ibu, di sini tercatat dengan jelas tanggal pelaporan adalah tanggal 28 Januari”
“Lah, saya kurang jelas apalagi? Di kuitansi jelas-jelas ada stempel tanggal 20 Januari. Dan lagi, kalau saya bayar di atas tanggal 20 pasti saya kena denda bukan? Berapa denda yang harus saya bayar kalau rekening yang harus saya bayar hampir satu juta rupiah?”
“Iya sih, bu… Tapi yang ada di data kami memang seperti itu, dan tagihan yang harus Ibu bayar bulan ini Rp 96,700 bukan Rp 970,000. Mungkin Ibu bisa kembali ke loket pembayaran, karena saya yakin petugas di sana yang salah baca!”


SALAH BACA, SALAH TANGGAL?
Satu hal yang patut disyukuri, saya tidak jadi mengeluarkan uang banyak bulan ini. Tapi karena penasaran, saya minta mbak Imah untuk segera kembali ke loket pembayaran dengan pesan sponsor untuk menanyakan soal salah baca sekaligus juga soal perbedaan antara tanggal pembayaran & tanggal pelaporan.
Benar juga! Mbak Imah melapor lagi,
“Iya Bu, ternyata memang benar hanya Rp 96,700”
OK, Alhamdulillah.
Lalu bagaimana soal tanggal pembayaran vs. tanggal pelaporan?
“Bu, aneh deh jawabannya…. Kata mbak petugasnya, waktu itu memang dilaporkan tanggal 28 januari karena katanya belum ada uang kecil! Maksudnya apa ya bu?”
Waduh, mbak… saya saja juga bingung. Apa ya hubungannya penundaan selama 8 hari dengan uang kecil? Setahu saya uang kecil diperlukan untuk pengembalian. Bukankah saya sudah menerima pengembalian? Atau kantor PDAM perlu menyediakan uang pengembalian ke petugas loket pembayaran? Atau….?
Saya jadi berpikir yang tidak positif.
Jangan-jangan sebenarnya konsumen tidak kena denda jika membayar lebih dari tanggal 20, selama belum berganti bulan…
Jangan-jangan petugas loket pembayaran tidak sekedar salah baca….
Jangan-jangan….

Kenapa ya, mesti banyak pertanyaan & praduga negatif?
Kenapa tidak dibuat sistem pembayaran on-line seperti yang sudah dilakukan Telkom & PLN? Semuanya serba transparan, pasti, dan praktis. Saya bisa membayar pada tanggal berapapun, jam berapapun, melalui ATM apapun, sesuai dengan aktivitas & preferensi masing-masing konsumen. Yang penting tidak terlambat.
Dan tidak ada lagi ‘jangan-jangan’ seperti ini…

2 komentar:

Anonim mengatakan...

setuju, kami juga pernah mengalami hal ini...tiba2 tagihan melonjak jadi 500rb ..kemudian setelah lapor dan ada pengecekan kran (yg ternyata tidak ada kebocoran) pada bulan berikutnya tagihan normal kembali jadi 40rb/bulan...ini memang sering kejadian begini atau bagaimana ya, seperti ada permainan..setuju sekali kalo ada loket pembayaran online...-pie-

Unknown mengatakan...

Bnr!!! sy biarkan kosong rmh 1thn meteran pdam sy matikan bnr2 meteran tdk jln dan tiap bln sy bayar 15-30rb sy titipkan tetangga eh saat kembali kok membengkak jd 1700-1800,,, d urus model apapun pegawai pdam pinter berkilah,,,